4

Hidup Itu Keras Teman…


Berjuta-juta cara manusia bertahan hidup dengan memanfaatkan energi fisik ataupun energi otak dalam mencari makan. Mulai dari kalangan bawah, menengah dan keatas, ,mulai dari buruh pabrik, kuli bangunan, tukang becak, pemulung, pegawai swasta ataupun pegawai negri dan masih banyak lainnya.

Pokok dasar yang utama yang paling dicari adalah uang, banyak mereka mencari dengan cara masing-masing, bahkan dengan cara yang dilarang sekalipun.

Aku lahir dilingkungan para nelayan dan hampir 70% mayoritas di lingkungan tempat tinggalku pekerja nelayan, hanya saja dalam keluargaku hanya kakek dan pamanku yang pernah menjajaki dunia nelayan, sampai akhirnya tepatnya saya menginjak SMP kakekku berhenti dalam dunia itu entah apa alasannya, dan pamankupun berhenti beliau memilih berdagang ikan hanya dari daratan dengan keliling bersepeda motor dan kakekku memilih untuk berdagang dengan modal warung kecil, begitupun ibuku selain mengurus rumah tangga beliau juga pedagang ikan seperti pamanku hanya beliau menjualnya di pasar.

Prihatinnya remaja-remaja disekitar lingkungan tempat tinggalku banyak yang putus sekolah mulai dari SD, SMP, bahkan hanya sampai SMA pun tidak sampai lulus. Mereka lebih memilih menjadi nelayan seperti para orang tuanya entah apa yang mereka pikirkan sehingga mereka mengorbankan peluang masa depan yang kemungkinan akan lebih baik.

Berawal dari masa sekolah SMA rasa penasaranku terhadap dunia kerja, disaat libur sekolah aku mulai mencoba dunia kerja non-formal seperti dunia pasar, buruh pabrik dan lain sebagainya tapi semua itu aku coba karna rasa keingintahuanku terhadap pekerjaan tersebut, demi mencari pengalaman… aku semakin penasaran, keinginanku semakin besar untuk mencoba dunia nelayan.?

Kurang lebih saat aku baru satu bulan lulus kuliah tepatnya 18 februari 2014 disalah satu perguruan tinggi di Bandar Lampung, Alhamdulillah… sambil terus mencari kerja sangat kebetulan salah satu teman kecilku mengajakku untuk ikut ke laut dengan bermodal sarana “bagan apung” milik kakaknya yang berada ditengah laut tanpa ada kata menolak akupun langsung menyetujuinya hitung-hitung menambah pengalaman dan mengisi kekosongan.

Mulai aku bergegas untuk membantu mereka untuk mempersiapkan apa saja alat yang harus dibawa saat ingin nelayan. Setelah mandi, sholat dan makan siang tepatnya pukul 13:05 kami mulai berangkat dengan menumpangi perahu kecil yang sudah disediakan untuk para nelayan menuju ketepian pelelangan ikan tempat kapal para nelayan untuk menuju ke bagan apung tersebut. Kurang lebih lima jam perjalanan dari pelelangan ikan menuju bagan akhirnya kurang lebih pukul 16:45 kamipun sampai, begitu sampai mereka kembali mempersiapkan alat yang harus dipergunakan untuk menangkap ikan, hari sudah menjelang gelap berkumandang suara adzan maghrib entah dari mana asal arah suaranya… dan mereka mulai menurunkan jarring-jaring yang sudah dirancang dengan seperangkat alat putar pada bagan, dan mulai menghidupkan lampu-lampu diatas dan sekeliling jaring sedangkan aku hanya duduk bingung harus berbuat apa, begitu selesai kamipun berbincang-bincang santai sambil menyeruput kopi yang sudah dipersiapkan dari rumah sambil memancing cumi-cumi, untuk pertama kalinya aku merasa senang karna tidak begitu sulit memancing cumi-cumi, dengan ombak dan angin yang lumayan kencang sambil menunggu kurang lebih satu jam sampai dua jam jaringpun siap untuk diangkat tergantung dari ikan yang kira-kira sudah banyak terkumpul didalam jaring, satu persatu lampu dimatikan sampai hanya tersisa beberapa biji berada ditengah-tengah atas jaring dan… perlahan diputar sampai diatas permukaan air Alhamdulillah tangkapan pertama lumayan banyak kira-kira mencapai 15Kg ikan teri bercampur cumi-cumi setelah ikan diciduk dan dipisahkan lalu kapal-kapal para nelayan yang berkeliling menghampiri untuk tawar menawar harga ikan tersebut sampai harga yang disepakati. Begitu terus selanjutnya jaring kembali diturunkan dengan proses yang sama sampai terbitnya fajar.

Kurang lebih pikul 05:30 setelah selesai membereskan alat-alat semua yang harus kembali dibawa pulang kamipun dijemput dengan kapal yang sudah dipersiapkan untuk antar jemput. Para nelayan bagan lainpun sudah dijemput dan telah berkumpul satu kapal bersama kami. Ditengah perjalanan menuju pulang aku melihat banyak tatapan wajah penuh harapan dari para nelayan, entah karna hasil yang mengecewakan atau masalah yang lain entah akupun tak tahu. Dan tidak lama kemudian akhirnya  kamipun sampai didaratan kurang lebih pikul 08:30 dan bergegas pulang kembali ke rumah pukul 09:00.

Setelah sampainya di rumah aku selalu berfikir aku bersyukur dengan diriku sendiri mungkin aku adalah orang yang paling beruntung dibandingkan mereka. Kini aku berpendapat bahwa kehidupan para nelayan itu sangat keras dibandingkan dengan pekerja-pekerja buruh yang ada di pabrik-pabrik karna selain hasinya tidak menentu banyak sekali resiko berbahaya yang barangkali sudah langsung berhadapan dengannya, mulai dari angin kencang, ombak tinggi, bahkan puteran bagan yang kemungkinan bisa patah atau kemungkinan satu persatu kayu-kayu kerangka badan bagan sudah keropos yang kapan saja akan roboh. Mereka pasti sudah tahu akan resiko yang sudah siap dihadapinya bahkan nyawa sekalipun. Subhanallah aku merasa kagum dengan mereka yang rela mengorbankan nyawanya untuk kehidupan keluarga dan anak-anaknya. Doa’ku untuk mereka “Semoga mereka selalu diberikan kesehatan dan keselamatan dunia hingga akhirat, dan selalu dilimpahkan rizki yang berlipah oleh Allah” Amin Ya Robbal Alamin…

Cerita ini aku buat berdasarkan pengalaman pribadi.

0

Mimpi dan Harapan Masa Lalu


Terjebak dalam kepedihan hati yang membawanya hancur
Berontak dalam setiap keinginan yang belum pernah tersampaikan,
Lelah jiwa ini menanti akan sebuah masa depan yang indah
Ingin kuberontak cela-cela jendela kehidupan yang masih menutup pintu
Pintu dimana masa akan membawanya masuk kedalam perjalanan yang baru.

Entah sampai kapan?
Aku tersesat, terperangkap oleh mimpi
Aku lelah, aku bosan, aku takut dengan sebuah pengharapan.
Ingin ku bangun, berdiri dan mulai untuk melangkah
tanpa harus menunggu ada yang menuntunku.

Ingin kuhapus ingin kubuang mimpi dan sebuah harapan itu
Sampai aku kembali tegak membusungkan dada
Dan memandang kedepan dengan kacamata kuda
Tanpa mendengar apa yang dikatakan oleh sekelilingku.

Aku hanya ingin mendengar dan yakin apa yang dikatakan oleh hatiku
Untuk bagaimana cara menemukan harapan masa depan yang baru.

0

Bahagia Itu (Tak Selalu) Sederhana



Entah siapa yang secara sah pertama kali mengeluarkan tagline "bahagia itu sederhana", rasanya kalimat itu sudah diamini oleh publik. Susunan kata yang seolah menjadi kalimat ajaib tersebut sering menjadi caption foto di social media, terpampang di rangkaian kalimat para blogger, bahkan sudah termaktub ke beberapa buku dan novel.

Dari sudut yang berbeda, bahagia tak selalu sederhana. Lha kok bisa? Bahagia itu sederhana atau tidak selalu sederhana tergantung dari mana cara kita melihat dan juga dari sisi mana kita merasakan.

Coba kembalikan ke pemahaman dasar, apa sih definisi bahagia?

Ternyata sebagian dari kita cenderung mengartikan "bahagia" dari sisi indikatornya. Contohnya menerjemahkan makna bahagia dari indikator kebahagiaan; punya banyak uang, pekerjaan yang pasti, atau jabatan yang tinggi.

Tapi di sisi lain, ada juga yang punya banyak uang, sudah memiliki pekerjaan yang mapan, dan atau telah mencapai jabatan sudah malang melintang, tapi belum bahagia.

Lalu seandainya kita disuruh memilih; punya banyak uang atau bahagia? Bekerja di perusahaan besar atau bahagia? Mencapai jabatan setinggi bintang atau bahagia? Kita akan pilih mana?

Seandainya terpaksa didefinisikan, bisa jadi bahagia adalah perasaan atau suasana terbebas dari rasa takut, gelisah, cemas, dan kesedihan.

Si peternak yang gembira melihat anak kambingnya lahir dengan selamat, itu bahagia, karena terbebas dari kesedihan. Siswa yang pulang sekolah dengan riang, itu bahagia, karena terbebas dari rasa takut terhadap gurunya. Seorang teman yang lulus dari ujian, itu bahagia, karena terbebas dari rasa gelisah dan cemas selama persiapan ujian.

Dari contoh-contoh seperti itu, mungkin bahagia terasa sederhana, walaupun jalan yang ditempuh untuk mencapai kebahagiaan tidak sederhana.

Dalam buku berjudul The Happiness, penunjang kebahagiaan sebagian besar manusia adalah sebagai berikut:

1. Keluarga. Keluarga yang hangat, saling mengasihi, dan harmonis adalah dambaan setiap orang. Hal ini yang dijadikan poin pertama penunjang kebahagiaan oleh sebagian besar orang.

2. Pekerjaan yang pasti. Bagaimanapun mengeluhnya seseorang yang bekerja, mungkin kalau ditakar akan lebih bahagia dari pada perasaan seorang penganggur. Dengan bekerja di tempat yang memberi kepastian dianggap membuat seseorang lebih bahagia.

3. Harta, uang, atau kekayaan yang tersedia menjadi poin berikutnya. Harta atau uang tersebut membuat bahagia karena fungsinya, untuk memuaskan rasa konsumsi manusia. Sebagian besar orang merasa bahagia jika telah berhasil menyelesaikan kegelisahan konsumsinya.

4. Kesehatan. Siapa yang tak ingin punya badan yang sehat? Sehat bukan hanya sebagai dambaan, melainkan sebuah keharusan yang harus diraih karena biaya kesehatan memang mahal, dan kalau badan sakit, kita juga terhalang melakukan hal-hal yang kita senangi, akhirnya tidak bahagia.

5. Komunitas di sekitar. Manusia, terutama orang Indonesia, sangatlah 'sosial'. Jika kita berada di lingkungan orang-orang, teman-teman, atau di dalam komunitas yang kreatif, ramah, dan menyenangkan, bahagianya mereka juga tertular ke kita. Begitupun sebaliknya.

Namun, dari beberapa poin di atas, ternyata masih belum bisa memaksimalkan kebahagiaan seseorang. Dalam buku tersebut dituliskan bahwa ada beberapa hal lainnya yang bisa menopang kebahagiaan manusia, di antaranya:

1. Value (nilai-nilai dalam hidup). Hal-hal yang bersifat nilai-nilai seperti ini tidak bisa didefinisikan, melainkan diyakini.

2. Psychological freedom. Perasaan yang bebas melakukan segala sesuatu yang dicintai, tanpa ketergantungan dengan manusia lainnya. Contohnya, mengapa traveling itu menyenangkan? Salah satunya karena jiwa merasa bebas dari rutinitas, perasaan kita menjadi gembira karena melihat sesuatu yang baru.Tapi berbeda kasusnya kalau rutinitasmu adalah traveling, kerjaanmu traveliiiing terus, lama-lama bosan, dan mendistorsi kebahagiaan (kalau yang ini memang curhatan saya ding :D).

Dalam Islam, 2 hal tersebut sebenarnya sudah dijabarkan di dalam ajaran mendasar,

1. Nilai-nilai hidup dalam Islam menjadi yang utama, yaitu iman. Keimanan yang teguh dan dijalankan dengan baik, bukan hanya membuat kebahagiaan bagi diri sendiri, namun menular ke keluarga dan komunitas. Keimanan ini bisa dijabarkan ke berbagai hal. Di antaranya:

  • Syukur. Bersyukur dengan apa yang sudah diperoleh dan dicapai. Baru punya mobil ya bersyukur, manfaatkan dengan baik. Baru jadi manajer ya bersyukur, maksimalkan jabatan yang diamanahkan untuk memberi manfaat. Syukur ini punya beberapa cabang, seperti qanaah dan zuhud. Kedua cabang ini sebaiknya jangan terlalu mengawang-awang memikirkannya. Qanaah itu rela menerima dan merasa cukup. Kalau saja orang-orang yang sudah punya jabatan menerapkan arti qanaah dengan baik, indikator kebahagiaan mereka bisa lebih dikendalikan, tidak kemaruk dan menerima suap. Dan dampaknya mungkin KPK akan sepi, dan tidak menjadi tontonan harian di media. Sedangkan Zuhud itu meninggalkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan akhirat. Wuidih... berarti tidak boleh pakai barang milik yahudi walaupun mengetik masih pakai MS Word? Atau tidak perlu punya motor, toh motor akan ditinggalkan di dunia, tidak dibawa ke akhirat. Ya tidak sebegitunya. Zuhud itu ada levelnya. Kita jalankan dari level 1 saja dulu, apa itu? Meninggalkan yang haram. Nah, hampir sama kan arahnya? Arah yang mana? Arah indikator kebahagiaan. Bahagia menjadi sederhana karena tidak perlu mengejar jabatan yang aneh-aneh atau kekayaan yang menggunung. Dan juga arah ke korupsi tadi, kalau sifat zuhud minimal level 1 ini diterapkan, mungkin tidak ada ceritanya anak-anak kita disuapi barang-barang haram yang membuat bebal otak dan hati.
  • Sabar. Apa yang kita lakukan saat galau atau bete? Jawaban besar sebagian besar dari kita adalah mengeluh! Kalau sudah bosan mengeluh biasanya naik tingkatan menjadi mengutuk. Padahal sudah disampaikan berkali-kali bahwa ketika dirundung nestapa sebaiknya kita bersabar. Sabar itu komponen yang menghubungkan antara ihtiyar dan tawakal. Jika kita menghadapi kesulitan, sesulit apapun, tapi menerapkan strategi kesabaran, insyaAllah bisa melihat sisi kebahagiaan. Sesungguhnya di balik kesulitan selalu ada kemudahan kan?

2. Psychological freedom dalam Islam itu seperti apa? Perasaan yang bebas dalam Islam diartikan dengan kebebasan dari rasa ketergantungan dengan hal-hal selain Allah. Jadi, jika anda, saya, kita semua pusing atau sedih menghadapi masalah, bukan hanya ingat google, tapi juga yang utama ingatlah Allah. Kebahagiaan itu sumbernya dari mana? Dari hati kan? Nah, bukannya sering ditulis dan disampaikan di berbagai forum bahwa  Ala bidzikrillah tatmainnul qulub, hanya dengan mengingat Allah hati manusia menjadi tenang. Biasakanlah berdzikir, bukan hanya dalam lisan, tapi lewat batin dan lewat tindakan.

Beberapa poin di atas, silahkan diramu dengan komposisi terbaik menurut versi pribadi masing-masing, mana yang paling membuat kita bahagia. Namun yang perlu dipikirkan adalah masa ekonomis bahagia juga bervariasi, ada yang sesaat dan ada yang jangka panjang. Jika pilihan kita untuk menikmati bahagia lebih lama, ya jelas pilihlah yang indikator yang kekal, mendekatlah ke sumber kebahagiaan sejati, yang tidak bergantung pada materi.

Memang kalimat "bahagia" itu sederhana, tapi terkadang bahagia juga tidak selalu sederhana sesederhana kita menuliskannya.

Saya jadi ingat salah satu syair dalam Alfiyah karangan Ibnu Malik yang diterjemahkan dalam lagu Ari Lasso; "Keindahan di mata tak pasti kebahagiaan, karena kebahagiaan sesungguhnya ada di hati".


sumber : Arif L Hakim