0
KAMU…
Tetap terdengar dalam telingaku
Tetap tersentuh dalam poriku
Tetap terlihat dalam mataku
Tetap berdiri dalam ruangku
Tetap ada dalam waktuku
Tetap kokoh dalam ragaku
Tetap anggun dalam jiwaku
Tetap hadir dalam tidurku
Tetap bersinar dalam mimpiku
Tetap nampak dalam bangunku
Tetap utuh dalam hatiku
Tetap tertanam dalam nuraniku
Tetap sejuk dalam nafasku
Tetap mengalir dalam darahku
Tetap berdetak dalam jantungku
Tetap berputar dalam otakku
Tetap berdenyut dalam nadiku
Tetap hidup dalam ruhku
dan semua itu TETAP DALAM.
0
Kehadiranmu
bagaikan ruh didalam jiwa, yang tak dapat kecabut sendiri tanpa Sang Pencipta menugaskan
Sang Malaikat untuk mencabutnya.
Mungkin
semua orang tak dapat mempercayainya sedikitpun dengan jiwa ini, raga ini, hati
ini, hingga ruh ini pun berkata. Aku Mencintaimu tanpa alasan, tanpa tetapi dan
tanpa Karena?
Entah
sebagai apa aku dimatamu sekarang, sebagai teman, sebagai kekasih, sebagai
sahabat, atupun sebagai orang yg sangat kamu benci dan orang yang sangat hina
dimatamu. Aku bersyukur dan menerima ketetapan ini yang telah menciptakan hiti
seperti ini, yang luas, yang tulus tak terhingga.
Hati
nurani ini yang selalu berbicara, yang selalu mengikutiku, yang selalu
menggangguku, kemanapun dan dimanapun ia selalu berkata, engkau milikku, engkau
takdirku dan engkau tulang rusukku.
Bagaimana
mungkin aku merelakan, mengikhlaskankan kepergianmu dlam hidupku, bagaimana
mungkin?
Sayang…
engkau harus tahu, jika aku lemah dan rentan tanpa kehadiranmu, aku sekarat
tanpa sosokmu. Biarkan aku merasakan siksaan ini, kepedihan ini, jeritan batin
ini, biarkan aku terus mencintaimu seperti ini, terus mencintaimu dalam keadaan
ini, biarkan aku terus mencintaimu kemarin, hari ini, esok, seterusnya,
selamanya sampai ruh ini kembali kepada sang pemilik-Nya. Aku Mencintaimu tanpa
batas waktu, engkau separuh hidupku,dan engkau kehidupanku.
0
Aku tahu aku begitu buruk, begitu hina, begitu menyakitkan hatimu.
Entah ini suatu hukuman apa yang sedang aku jalani, yang sedang aku hadapi, hingga jiwa dan raga ini sekarat akan kerinduanku padamu, haus akan kasih sayangmu, dan jika Tuhan memang benar menghukumku seperti ini aku rela menerima takdir ini.
Jiwa ini begitu bergetar mengingatmu,
membayangimu, begitupun ketika aku melihatmu.
Mulut ini membungkam saat
tak lagi dapat berbicara.
Raga ini membutuhkanmu, hati
ini tersimpan utuh dalam setiap sanubariku.
Aku tahu aku begitu buruk, begitu hina, begitu menyakitkan hatimu.
Namun jiwa raga ini tak
pernah sedikitpun aku melihat kekuranganmu, dan aku selalu bertanya pada diri
ini?
Apakah mata ini sudah
buta?
Apakah otak ini sudah
membeku?
Apakah hati ini sudah
terkunci?
Jika mememang mata ini
sudah buta, aku rela menerima kebutaan ini.
Jika otak ini sudah membeku,
aku rela menerima kebekuan ini.
Jika hati ini sudah
terkunci, akupun akan rela menerima ketetapan ini.
Entah ini suatu hukuman apa yang sedang aku jalani, yang sedang aku hadapi, hingga jiwa dan raga ini sekarat akan kerinduanku padamu, haus akan kasih sayangmu, dan jika Tuhan memang benar menghukumku seperti ini aku rela menerima takdir ini.
Tapi satu hal yang tidak
pernah aku dapat rubah dari takdir, AKU MENCINTAIMU. Cuma itu.