Hidup Itu Keras Teman…


Berjuta-juta cara manusia bertahan hidup dengan memanfaatkan energi fisik ataupun energi otak dalam mencari makan. Mulai dari kalangan bawah, menengah dan keatas, ,mulai dari buruh pabrik, kuli bangunan, tukang becak, pemulung, pegawai swasta ataupun pegawai negri dan masih banyak lainnya.

Pokok dasar yang utama yang paling dicari adalah uang, banyak mereka mencari dengan cara masing-masing, bahkan dengan cara yang dilarang sekalipun.

Aku lahir dilingkungan para nelayan dan hampir 70% mayoritas di lingkungan tempat tinggalku pekerja nelayan, hanya saja dalam keluargaku hanya kakek dan pamanku yang pernah menjajaki dunia nelayan, sampai akhirnya tepatnya saya menginjak SMP kakekku berhenti dalam dunia itu entah apa alasannya, dan pamankupun berhenti beliau memilih berdagang ikan hanya dari daratan dengan keliling bersepeda motor dan kakekku memilih untuk berdagang dengan modal warung kecil, begitupun ibuku selain mengurus rumah tangga beliau juga pedagang ikan seperti pamanku hanya beliau menjualnya di pasar.

Prihatinnya remaja-remaja disekitar lingkungan tempat tinggalku banyak yang putus sekolah mulai dari SD, SMP, bahkan hanya sampai SMA pun tidak sampai lulus. Mereka lebih memilih menjadi nelayan seperti para orang tuanya entah apa yang mereka pikirkan sehingga mereka mengorbankan peluang masa depan yang kemungkinan akan lebih baik.

Berawal dari masa sekolah SMA rasa penasaranku terhadap dunia kerja, disaat libur sekolah aku mulai mencoba dunia kerja non-formal seperti dunia pasar, buruh pabrik dan lain sebagainya tapi semua itu aku coba karna rasa keingintahuanku terhadap pekerjaan tersebut, demi mencari pengalaman… aku semakin penasaran, keinginanku semakin besar untuk mencoba dunia nelayan.?

Kurang lebih saat aku baru satu bulan lulus kuliah tepatnya 18 februari 2014 disalah satu perguruan tinggi di Bandar Lampung, Alhamdulillah… sambil terus mencari kerja sangat kebetulan salah satu teman kecilku mengajakku untuk ikut ke laut dengan bermodal sarana “bagan apung” milik kakaknya yang berada ditengah laut tanpa ada kata menolak akupun langsung menyetujuinya hitung-hitung menambah pengalaman dan mengisi kekosongan.

Mulai aku bergegas untuk membantu mereka untuk mempersiapkan apa saja alat yang harus dibawa saat ingin nelayan. Setelah mandi, sholat dan makan siang tepatnya pukul 13:05 kami mulai berangkat dengan menumpangi perahu kecil yang sudah disediakan untuk para nelayan menuju ketepian pelelangan ikan tempat kapal para nelayan untuk menuju ke bagan apung tersebut. Kurang lebih lima jam perjalanan dari pelelangan ikan menuju bagan akhirnya kurang lebih pukul 16:45 kamipun sampai, begitu sampai mereka kembali mempersiapkan alat yang harus dipergunakan untuk menangkap ikan, hari sudah menjelang gelap berkumandang suara adzan maghrib entah dari mana asal arah suaranya… dan mereka mulai menurunkan jarring-jaring yang sudah dirancang dengan seperangkat alat putar pada bagan, dan mulai menghidupkan lampu-lampu diatas dan sekeliling jaring sedangkan aku hanya duduk bingung harus berbuat apa, begitu selesai kamipun berbincang-bincang santai sambil menyeruput kopi yang sudah dipersiapkan dari rumah sambil memancing cumi-cumi, untuk pertama kalinya aku merasa senang karna tidak begitu sulit memancing cumi-cumi, dengan ombak dan angin yang lumayan kencang sambil menunggu kurang lebih satu jam sampai dua jam jaringpun siap untuk diangkat tergantung dari ikan yang kira-kira sudah banyak terkumpul didalam jaring, satu persatu lampu dimatikan sampai hanya tersisa beberapa biji berada ditengah-tengah atas jaring dan… perlahan diputar sampai diatas permukaan air Alhamdulillah tangkapan pertama lumayan banyak kira-kira mencapai 15Kg ikan teri bercampur cumi-cumi setelah ikan diciduk dan dipisahkan lalu kapal-kapal para nelayan yang berkeliling menghampiri untuk tawar menawar harga ikan tersebut sampai harga yang disepakati. Begitu terus selanjutnya jaring kembali diturunkan dengan proses yang sama sampai terbitnya fajar.

Kurang lebih pikul 05:30 setelah selesai membereskan alat-alat semua yang harus kembali dibawa pulang kamipun dijemput dengan kapal yang sudah dipersiapkan untuk antar jemput. Para nelayan bagan lainpun sudah dijemput dan telah berkumpul satu kapal bersama kami. Ditengah perjalanan menuju pulang aku melihat banyak tatapan wajah penuh harapan dari para nelayan, entah karna hasil yang mengecewakan atau masalah yang lain entah akupun tak tahu. Dan tidak lama kemudian akhirnya  kamipun sampai didaratan kurang lebih pikul 08:30 dan bergegas pulang kembali ke rumah pukul 09:00.

Setelah sampainya di rumah aku selalu berfikir aku bersyukur dengan diriku sendiri mungkin aku adalah orang yang paling beruntung dibandingkan mereka. Kini aku berpendapat bahwa kehidupan para nelayan itu sangat keras dibandingkan dengan pekerja-pekerja buruh yang ada di pabrik-pabrik karna selain hasinya tidak menentu banyak sekali resiko berbahaya yang barangkali sudah langsung berhadapan dengannya, mulai dari angin kencang, ombak tinggi, bahkan puteran bagan yang kemungkinan bisa patah atau kemungkinan satu persatu kayu-kayu kerangka badan bagan sudah keropos yang kapan saja akan roboh. Mereka pasti sudah tahu akan resiko yang sudah siap dihadapinya bahkan nyawa sekalipun. Subhanallah aku merasa kagum dengan mereka yang rela mengorbankan nyawanya untuk kehidupan keluarga dan anak-anaknya. Doa’ku untuk mereka “Semoga mereka selalu diberikan kesehatan dan keselamatan dunia hingga akhirat, dan selalu dilimpahkan rizki yang berlipah oleh Allah” Amin Ya Robbal Alamin…

Cerita ini aku buat berdasarkan pengalaman pribadi.

4 comments:

  1. Iya mas, hidup itu keras, yang lembek itu Tahu. Tapi harus tetap semangat dan bersyukur dengan apa yang didapat. Salam super.

  1. Unknown said...:

    Oke mas... Salam supernya bukan untuk Pak Mario yah... :D

  1. Unknown said...:

    memang terkadang otak saya juga meliririk kepermasalahan itu, permasalahn sosial yang menimpa anak - anak para nelayan yang tidak bergairah lagi untuk bersekolah.
    seharusnya tanggungjawab itu ada disetiap anak untuk merubah nasib orang tuanya, bukan menambah rentetan permasalahan.
    ada rasa ingin merubah pola itu, tapi saya tidak kuat sendiri terlebih lagi itu memang keputusan setiap orang , tapi saya ingin semuanya lebih baik.
    setidaknya kita sedikit mencerminkan kata kesejahteraan itu sendiri.

  1. Unknown said...:

    iya memang itu benar, saya juga sependapat dengan kamu, tapi saya sedikit pesimis untuk merubah pola pikir mereka dikarnakan karna butuh waktu yang sangat lama dan tidak mudah untuk membenahinya terutama dari ruang lingkup lingkungan tersebut.
    Selain itu sangat dibutuhkan atas kesadaran individu masing-masing apakah ingin merubahnya atau masih tetap bertahan dengan pola itu. yang sampai saat ini saya belum menemukan cara yang paling baik dan dapat diterima oleh lingkungan tersebut.

Post a Comment

Terimakasih bagi yang telah membaca blog saya dan terimakasih bagi yang sudah meninggalkan komentar atau pesan dan saran yang bermanfaat.